Monday 30 April 2012

Perang Teh, Pertempuran Inovasi Kemasan

Peperangan masih berkobar di Indonesia. Perang produk teh siap konsumsi dalam kemasan yang melibatkan beberapa jenama dan merk dagang. Dalam peperangan, tentu saja ada pihak yang menang dan yang kalah. Juga ada pihak yang bertahan dan pihak yang tersingkir dari medan laga. Namun yang menarik untuk dicermati, ada pertempuran inovasi dalam peperangan ini. Yang menarik bagi saya adalah inovasi dalam kemasan (packaging) yang tidak hanya bentuk (form), namun juga materialnya. Dalam konteks ini, bukanlah aspek inovasi desain pada kemasannya.

Logo dan tagline "Sap"
Botol kaca adalah bentuk kemasan dan material yang pertama untuk produk teh siap konsumsi di Indonesia. Sang pionirnya adalah "Teh Botol" yang diikuti oleh "Sap" beberapa dekade lampau. Tercatat, "Teh Botol" adalah minuman ringan dengan rasa teh lokal yang pertama di negeri kita.

Kemasan pouch kardus "Fruit Tea"
Selanjutnya lahirlah kemasan dalam bentuk kotak kardus. "Teh Kotak" produksi Ultra Jaya adalah inovatornya. Hal ini dimungkinkan karena sebelumnya Ultra Jaya memproduksi susu siap konsumsi dalam kemasan kotak kardus. "Teh Botol" pun tak mau kalah, sehingga juga tersedia dalam kemasan ini.

Kemasan dengan material kardus semakin inovatif sehingga tak hanya berbentuk kotak. Inovasi berikutnya adalah dalam bentuk pouch. "Fruit Tea" dan "Frestea" yang paling sering terlihat saling bertempur.

Kemasan gelas plastik "Teh Gelas"
Konteks inovasi dalam kemasan, termasuk materialnya, pun berlanjut. Kali ini bermaterial plastik dalam bentuk gelas dan botol. Untuk kemasan gelas plastik, "Teh Gelas" produksi Orang Tua (OT) yang mengawali. Sedangkan untuk botol plastik, berbagai jenama berikut merk dagangnya saling bertarung. Para petarung ini antara lain "Teh Botol", "Nu", "Teh Pucuk Harum", dan banyak lagi.

Kemasan botol plastik "Teh Pucuk Harum"
Kaleng alumunium, yang selama ini dikenal sebagai kemasan untuk minuman ringan bersoda dan bir, akhirnya juga menjadi kemasan untuk jenis produk teh siap konsumsi. Yang bersaing di arena kali ini lebih spesifik yaitu jenis liang teh, sebut saja "Cap Panda" dan "Cap Pistol".

Kemasan kaleng alumunium "Cap Panda"





 Sejauh ini, pertempuran inovasi kemasan yang tercatat adalah dalam bentuk botol kaca, botol plastik, kotak kardus, pouch, gelas plastik, dan belakangan kaleng alumunium. Tidak menutup kemungkinan akan lahir inovasi-inovasi berikutnya di masa yang akan datang dalam waktu dekat. Sangat masuk akal karena, toh, peperangan masih saja berkobar dan pertempuran semakin sengit.

Sunday 29 April 2012

Bagaikan David vs Goliath ala Indonesia

Mitologi Bani Israil tentang David melawan Goliath, sang raksasa, agaknya relevan untuk dijadikan analogi blog saya ini. Namun demikian, versi Indonesia - versi saya, tentunya - dari mitologi ini lebih seru karena Sang Goliath ada dua!

Saya menganalogikan David, atau Daud, sebagai Sosro yang kita kenal sebagai produsen teh manis siap konsumsi dalam kemasan dengan merk dagang antara lain "Teh Botol", "Fruit Tea", "Joy Green Tea", dan "Estee". Kesemua merk dagang tersebut di bawah jenama "Teh Sosro", yang kita kenal sebagai jenama asli Indonesia. Sedangkan kedua Goliath adalah dua jenama raksasa internasional, "McDonald's" dan "Coca-Cola".


Signage "McDonald's"
Terhitung sejak awal Juni 2009, pemegang jenama "Teh Sosro" yaitu PT Sari Sosro secara resmi telah menguasai hak waralaba McDonald's di Indonesia (Kompas, 3 Juni 2009). Dengan penguasaan ini, David "Sosro" sekali menebaskan pedangnya langsung memenggal dua kepala, Goliath "McDonald's" dan Goliath "Coca-Cola". Seperti yang kita ketahui, pihak McDonald's dan pihak Coca-Cola dari sononya telah bermitra strategis. Coca-Cola sebagai pemasok minuman untuk McDonald's.


Produk "Coca-Cola"
Hak memproduksi dan menjual jenama "Coca-Cola" di Indonesia dipegang oleh PT Coca-Cola Amatil. Hebatnya, selain merk dagang yang sudah dikenal di dunia seperti "Coca-Cola", "Sprite", dan "Fanta", di Indonesia juga diciptakan merk dagang baru yaitu "Frestea". Pemberian privilese kepada PT Coca-Cola Amatil dari induk Coca-Cola atas "Frestea" tentunya karena jenis produk teh manis siap konsumsi dalam kemasan di Indonesia sangat prospektif, ... dan tentunya juga faktor gengsi nama besar Coca-Cola.


Merk dagang "Teh Botol" sebenarnya bagaikan Goliath apabila dihadapkan langsung dengan "Frestea". Namun dalam konteks jenama, "Teh Sosro" adalah David dan Goliath-nya adalah "McDonald's" dan "Coca-Cola". Inilah versi Indonesia David vs Goliath!


Produk "Frestea"
Dengan penguasaan hak waralaba McDonald's di Indonesia, jenama lokal ("Teh Sosro") tak sekedar 'bersanding' dengan jenama internasional ("Coca-Cola") namun juga 'membeli' jenama internasional lainnya ("McDonald's"). Dalam konteks 'bersanding', "Coca-Cola" dan "Teh Sosro" adalah pemasok minuman untuk "McDonald's". Hebatnya, merk dagang "Frestea" harus menyingkir. Merk dagang-merk dagang jenama "Teh Sosro" lah yang tersedia untuk jenis minuman teh. Kepala Goliath "Coca-Cola" terpenggal!

Kok pihak induk McDonald's kompromistis dengan hal ini? Tak perlulah kita menganalisis lebih dalam. Kenyataannya jenama "McDonald's", dalam konteks ini yaitu McDonald's di Indonesia, telah dikuasai Sosro. Terpenggallah kepala Goliath "McDonald's"!


Produk "Teh Botol"
Bagaimanapun juga, saya merasa bangga bahwa jenama lokal dan asli Indonesia telah mengalahkan dua raksasa jenama internasional sekaligus, walaupun hanya di 'kandang sendiri'.

Jenama dari Frasa Harafiah

Jenama, dan merk dagang, yang diambil dari frasa secara harafiah seringkali justru tertanam kuat di benak masyarakat. Entah karena faktor apapun itu yang menjadi alasan sang produsen.

"Teh Botol" kemasan botol kaca produksi Sosro
Kali ini saya mengangkat tiga jenama dan merk dagang dari tiga produsen lokal asli Indonesia yang diambil dari frasa harafiah. Dalam hal ini, frasa yang berasal dari bentuk kemasan jenis produknya yang dijadikan jenama dan merk dagang.

Siapa tak kenal teh manis siap minum dalam kemasan botol kaca "Teh Botol"? Sosro menjadi pionir di Indonesia untuk jenis produk ini. Kita tidak perlu menganalisis bagaimana sejarahnya Sosro hingga melahirkan jenama tersebut. Bagaimanapun, jelas terbaca bahwa penjenamaan ini berasal dari frasa yang benar-benar harafiah: teh (dalam kemasan) botol (produksi) Sosro. Sesimpel itu!

"Teh Kotak" produksi Ultra Jaya
Tampaknya penjenamaan, dan per-merk dagang-an, berdasarkan bentuk kemasan menjadi 'trend' (saya memakai tanda kutip). Kemudian lahirlah jenama "Teh Kotak" produksi Ultra Jaya, yang dikenal sebagai produsen susu siap minum dalam kemasan kardus. Jenis produknya jelas untuk menyaingi "Teh Botol". Sehingga boleh dikatakan, teh siap konsumsi dalam kemasan botol (kaca) menjadi 'milik' Sosro sedangkan dalam kemasan kotak (kardus) 'milik' Ultra Jaya. Dua jenama ini bisa dikatakan sebagai pionir penjenamaan dengan frasa harafiah pada produk di era modern di Indonesia.


"Teh Botol" kemasan kotak kardus
Waktu pun berjalan. Terkesan pihak Sosro tidak mengantisipasi adanya 'trend' ini (sekali lagi saya memakai tanda kutip). Boleh dikatakan, Sosro 'kecolongan'... Terbukti, teh siap minum atau siap konsumsi dalam kemasan kotak kardus produksi Ultra Jaya mendapat sambutan positif. Kemasan botol kaca produk Sosro memang praktis, tapi kemasan dalam kotak kardus lebih praktis.

Akhirnya, Sosro pun memproduksi dalam kemasan kotak kardus dengan ukuran yang lebih-kurang sama dengan pesaingnya tersebut. Soal penjenamaan? Jelas pihak Sosro harus berpikir keras. Dan terciptalah jenama dan merk dagang... emmm... "Teh Botol" juga...

"Teh Gelas" produksi Orang Tua
Bentuk kemasan botol, ada. Kotak, ada. Kemasan gelas pun menjadi jenama dan merk dagang. Orang Tua memproduksi "Teh Gelas" dengan kemasan bermaterial plastik. Apabila bentuk kemasan ini akhirnya menjadi hit, akankah Sosro seperti terkesan kecolongan untuk kedua kalinya? Terlepas akan menjadi hit atau tidak, nyata-nyata 'Sang Pemilik' teh siap konsumsi dalam kemasan gelas (plastik) adalah Orang Tua!

Definisi

Label "Teh Cap Botol"
Menurut M. Healey (2008), istilah brand dalam bahasa Inggris berasal dari kata burn (membakar). Istilah ini berakar dari bangsa Jerman Kuno yang membuat cap bakar, semacam stempel, untuk ternaknya dengan tujuan menandakan pemiliknya.

Dalam bahasa Indonesia, istilah brand diterjemahkan menjadi merk (kadang kala ditulis 'merek'). Menurut pendapat saya, terjemahan tersebut kurang tepat. Istilah 'merk' berasal dari bahasa Inggris mark, seperti yang sering diaplikasikan sebagai frasa trade mark yang diterjemahkan menjadi 'merk dagang'. Sedangkan kita pernah mengenal beberapa produk lokal di Indonesia dengan penulisan "Kecap Cap Bango" atau "Teh Cap Botol", sebagai contoh. Berangkat dari hal ini, penggunaan kata 'cap' lebih relevan daripada 'merk' sebagai terjemahan dari kata brand.

Label "Kecap Cap Bango"
Terlepas dari penggunaan istilah 'merk' dan 'cap' pada bahasa Indonesia yang belum dinyatakan yang mana yang lebih formal, istilah brand dalam bahasa Malaysia (atau Melayu) diterjemahkan menjadi jenama. Pendapat pribadi saya, istilah 'jenama' terucap dan terdengar lebih baik daripada 'merk' atau 'cap'. Selain itu juga untuk menghindari kesalahkaprahan dan ambigu dalam terjemahan. Namun demikian, saya bukannya tidak menghormati bahasa ibu saya atau lebih condong pada bahasa bangsa lain. Sama sekali tidak!


Untuk blog-blog saya selanjutnya, saya akan menggunakan istilah 'jenama' sebagai terjemahan dari istilah brand.